27 Agustus, 2008
MILITANSI HARGA MATI....!!!
Meskipun kejadian ini sudah b'lalu beberapa bulan, namun tetap saja tidak bisa hilang dari "memoriku". Ketika rasa amarah, emosi, dan fanatisme bercampur aduk. Rasa bangga dan bersalah pun sudah tidak lagi bisa aku bedakan. Yang ada hanyalah rasa menjaga harga diri. Harga diri yang telah tercabik-cabik oleh sebuah skandal atau skenario busuk pihak-pihak tertentu yang memang telah merencakan kejadian kelabu Rabu 16 Januari 2008 di Stadion Brawijaya Kediri.
Menurut cerita beberapa rekan Aremania dan rekaman Handycam yang aku saksikan. Perjalanan berangkat melalui rute selatan (Blitar) berjalan lancar. Sambutan masyarakat pun sangat hangat. Tetapi begitu masuk kota Kediri dan mendekati area Stadion Brawijaya, bukan sambutan hangat yang diterima, tapi lemparan batu dari oknum Persikmania. Untungnya insiden tidak bertambah besar dan semua rombongan bisa masuk stadion dengan tertib sekitar jam 5 sore. Mereka pun masih sempat berbaur bersama Sriwijaya Mania menjadi satu menyaksikan sisa pertandingan PSMS Medan vs Sriwijaya FC yang berakhir 2-2.
Pertandingan berikutnya yang ditunggu-tunggu Aremania yaitu Arema vs Persiwa menjadi awal tragedi ini. Suporter mana yang tidak marah ketika 3 gol timnya dianulir? Belum lagi kepemimpinan wasit dan AW yang sejak awal seperti sudah menerima “paket pesanan”. Mungkin anda masih ingat Final Copa tahun 2005 lalu ketika Arema mengalahkan Persija, siapa wasit yang memberi kartu merah terhadap Alex Pulalo dan yang memberi hadiah Penalti terhadap Arema? Dialah Jajat Sudrajat wasit yang juga memimpin pertandingan antara Arema vs Persiwa ini. Saat Aremania dizolimi sekali mereka masih bisa sabar (gol Pato dianulir), dua kali (gol Pato kembali dianulir) muncul peringatan pertama (AW1 dipukul salah satu Aremania), ketika kezoliman ketiga muncul (gol Mbamba dianulir) alias hattrick zolim dalam satu pertandingan, amarah pun meledak. Itu belum termasuk kezoliman lainnya seperti hak penalti atas pelanggaran terhadap Elie Aiboy dan kejadian-kejadian lainnya.
Ketika amarah tersebut meledak, dalam 5 menit kemudian terciptalah bara di Stadion Brawijaya Kediri. Stadion Brawijaya Kediri hancur, seiring membumbungnya asap yang seakan bicara: “PSSI, inilah hasil dari kerja ga becusmu selama ini”
Awal yang tidak hangat tersebut berlanjut menjadi sebuah tragedi. Stadion Brawijaya hancur. Oke, itu adalah ulah Aremania, secara fair aku tidak menyebut “oknum” karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri (meskipun hanya dari rekaman handycam). Begitu kerusuhan di stadion memuncak, nawak2 Aremania dari Klojen, Jodipan dan Otrahum langsung menuju bis. Tidak lama kemudian, seluruh rombongan Aremania langsung bergerak pulang meninggalkan stadion sekitar jam 8-9 malam.
Tapi, itu adalah awal tragedi yang lebih besar. Rekan-rekan Aremania baru sadar kalo mereka semua ibarat menuju medan perang yang telah disiapkan lawan. Di selatan daerah Pule, Kandat, dan Blabak (klo ga salah ingat siy...) itu lah “perang” terjadi. Seluruh lampu jalan dan rumah penduduk seperti sengaja dipadamkan. Dari kegelapan kebun & sawah muncul batu sebesar tangan orang dewasa mengarah ke mereka para rombongan Aremania. Dari setiap persimpangan gang-gang yang dilalui selalui dicegat oleh para oknum Persikmania. Duel fisik pun tidak terjadi. Saling lempar batu, saling pukul, saling keroyok. Kaca-kaca bis dan kendaraan rombongan Aremania hancur. Kaca-kaca rumah penduduk pun ikut jadi korban.
Strategi pengecut dari oknum Persikmania yang memanfaatkan perkampungan penduduk memang menyulitkan teman-teman dalam memberikan perlawanan. Berhenti berarti konyol, jalan pun jadi sasaran empuk. Sementara para aparat polisi dan brimob tidak mampu mengendalikan suasana.
Teman-temanku berada di bis 8. Mungkin bis ini termasuk yang paling aman karena lemparan-lemparan batu tidak sampai membawa korban. Di rombongan yang lain terlihat kaca-kaca bis telah “bersih” serta beberapa nawak Aremania terluka.
Selama hampir sebelas tahun menjadi suporter sepakbola, malam kemarin adalah pengalaman yg paling “mengesankan”. Andaikan “perang” tersebut berjalan “fair”, mereka akan lebih mengenangnya lagi. Apakah ini sebuah rasa fanatisme yang tertanam dalam diri hooligans? Mereka tau perbuatan memukul dan melempar itu salah, tapi ketika situasi seperti itu, rasa bersalah dan bangga sudah tidak ada bedanya lagi.
Dan Keesokan harinya seluruh media ramai-ramai membuat berita seheboh dan sefenomenal mungkin untuk memojokkan posisi Arema dan Aremania. Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar, atau mungkin memang tidak ada yang benar, aku pribadi beropini tidak ada asap kalau tidak ada api. Sekali lagi, jangan injak ekor singa kalau tidak ingin sang singa marah.
Tidak pernah terlintas dalam benak teman-teman Aremania berangkat ke Kediri pulangnya dengan memori cerita seperti ini.Niat berangkat ke Kediri adalah mendukung tim Arema. Sama sekali kami tidak mempersiapkan senjata, batu, atau pentungan. Mereka hanya membawa tiket, bendera, syal, dan tentu saja beberapa bungkus rokok dan camilan.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran teman-teman adalah mereka akan memukul “saudara sendiri”. Mereka hanyalah para penonton yang ingin menonton kesebelasan kesayangannya bertanding dengan suasana yang tenang dan berjalan damai. Mereka hanyalah para Aremania yang senang menonton Arema tiap main di Kanjuruhan atau Gajayana. Ketika emosi dan harga diri diinjak, sebuah rekasi atas aksi adalah hal yang lazim terjadi dan tidak bisa kita hindari.
Kediri 16 Januari 2008 adalah sebuah skenario yang berjalan sangat lancar. Mereka yang merencakannnya pasti tertawa dan bertepuk tangan dengan tercorengnya nama Aremania pasca tragedi malam tersebut. Terlalu banyak kecurangan dan kezoliman yang diterima oleh Aremania selama ini. Dan di Kediri itulah semua hal tersebut terakumulasi. Tanpa sadar, ternyata Aremania sudah masuk ke dalam lingkaran setan sepakbola negeri ini. Terkait kejadian tadi malam, aku sedih sebagai Aremania, aku merasa bersalah sebagai Aremania, tapi aku bangga sebagai Aremania. Sebuah pandangan subyektif dari seorang suporter sepakbola nasional yang ingin melihat sepakbolanya maju. MILITANSI HARGA MATI !!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
pancen sip
Posting Komentar